Pancasila
Pancasila adalah
ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari
bahasa Sansekerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas.
Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila
adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang – Undang Dasar
1945.
Meskipun terjadi perubahan kandungan
dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama
masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai
hari lahirnya Pancasila.
Dalam upaya merumuskan Pancasila
sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang
dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yaitu
:
•Lima Dasar
oleh Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945. Yamin merumuskan
lima dasar sebagai berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan,
Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia menyatakan bahwa kelima sila
yang dirumuskan itu berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup
ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia. Mohammad Hatta dalam
memoarnya meragukan pidato Yamin tersebut.
•Panca Sila
oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidato spontannya
yang kemudian dikenal dengan judul “Lahirnya Pancasila”. Sukarno mengemukakan
dasar-dasar sebagai berikut: Kebangsaan; Internasionalisme; Mufakat, dasar
perwakilan, dasar permusyawaratan; Kesejahteraan; Ketuhanan. Nama Pancasila itu
diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu, katanya:
Sekarang
banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan
ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan
ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila.
Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan
negara Indonesia, kekal dan abadi.
Setelah
Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen
penetapannya ialah :
•Rumusan
Pertama : Piagam Jakarta (Jakarta Charter) - tanggal 22 Juni 1945
•Rumusan
Kedua : Pembukaan Undang-undang Dasar - tanggal 18 Agustus 1945
•Rumusan
Ketiga : Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat - tanggal 27 Desember
1949
•Rumusan
Keempat : Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara - tanggal 15 Agustus 1950
•Rumusan
Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama
Hari
Kesaktian Pancasila
Pada tanggal 30 September 1965,
terjadi insiden yang dinamakan Gerakan 30 September (G30S). Insiden ini sendiri
masih menjadi perdebatan di tengah lingkungan akademisi mengenai siapa
penggiatnya dan apa motif dibelakangnya. Akan tetapi otoritas militer dan
kelompok reliji terbesar saat itu menyebarkan kabar bahwa insiden tersebut
merupakan usaha PKI mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis, untuk membubarkan
Partai Komunis Indonesia dan membenarkan peristiwa Pembantaian di Indonesia
tahun 1965-1966.
Pada hari itu, enam Jendral dan
berberapa orang lainnya dibunuh oleh oknum-oknum yang digambarkan pemerintah
sebagai upaya kudeta. Gejolak yang timbul akibat G30S sendiri pada akhirnya
berhasil diredam oleh otoritas militer Indonesia. Pemerintah Orde Baru kemudian
menetapkan 30 september sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September G30S dan
tanggal 1 oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Butir –
butir Pengalaman Pancasila
Ketetapan MPR no. II/MPR/1978
tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima asas dalam Pancasila menjadi
36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila.
36
BUTIR-BUTIR PANCASILA/EKA PRASETIA PANCA KARSA
A. SILA
KETUHANAN YANG MAHA ESA
1.Percaya
dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2.Hormat
menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
3.Saling
menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.
4.Tidak
memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
B. SILA
KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
1.Mengakui
persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
2.Saling
mencintai sesama manusia.
3.Mengembangkan
sikap tenggang rasa.
4.Tidak
semena-mena terhadap orang lain.
5.Menjunjung
tinggi nilai kemanusiaan.
6.Gemar
melakukan kegiatan kemanusiaan.
7.Berani
membela kebenaran dan keadilan.
8.Bangsa
Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu
dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
C. SILA
PERSATUAN INDONESIA
1.Menempatkan
kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi atau golongan.
2.Rela
berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3.Cinta
Tanah Air dan Bangsa.
4.Bangga
sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.
5.Memajukan
pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
D. SILA
KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN /
PERWAKILAN
1.Mengutamakan
kepentingan negara dan masyarakat.
2.Tidak
memaksakan kehendak kepada orang lain.
3.Mengutamakan
musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4.Musyawarah
untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.
5.Dengan
itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah.
6.Musyawarah
dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
7.Keputusan
yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang
Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
kebenaran dan keadilan.
E. SILA
KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
1.Mengembangkan
perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan
dan gotong-royong.
2.Bersikap
adil.
3.Menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4.Menghormati
hak-hak orang lain.
5.Suka
memberi pertolongan kepada orang lain.
6.Menjauhi
sikap pemerasan terhadap orang lain.
7.Tidak
bersifat boros.
8.Tidak
bergaya hidup mewah.
9.Tidak
melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
10.Suka
bekerja keras.
11.Menghargai
hasil karya orang lain.
12.Bersama-sama
berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Ketetapan ini kemudian dicabut
dengan Tap MPR no. I/MPR/2003 dengan 45 butir Pancasila. Tidak pernah
dipublikasikan kajian mengenai apakah butir-butir ini benar-benar diamalkan
dalam keseharian warga Indonesia.
Atribut – atribut
Negara Indonesia
-
Dasar
Negara (Pancasila)
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
indonesia
-
Bendera
(Sang Saka Merah Putih)
Bendera
Nasional Indonsia adalah sebuah bendera dengan dua warna, yaitu Merah dan
Putih, yang di bagi menjadi dua bagian sama besar secara horizontal.Bendera ini
dikenal sebagai Sang Saka Merah Putih. Bendera ini pertama kali di gunakan oleh
para pelajar dan tokoh nasionalis pada permulaan abad ke-20 pada masa
penjajahan Belanda. Setelah Indonesia merdeka, Bendera Merah Putih digunakan
secara resmi sebagai bendera kebangsaan.
-
Bahasa (Bahasa
Indonesia)
Bahasa
Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting, seperti tercantum dalam
ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi " Kami putra dan putri
Indonesia menjunjung tinggi Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia ". Ini
berarti bahasa Indonesia berkedudukan sebagai Bahasa Nasional. Selain itu, di
dalam Undang - Undang Dasar 1945, tercantum dalam pasal khusus ( Bab XV , Pasal
36 ) mengenai kedudukan Bahasa Indonesia, menyatakan bahwa bahasa negara ialah
Bahasa Indonesia.
-
Lagu Kebangsaan
(Indonesia Raya)
Lagu ini di
ciptakan oleh Wage Rudolf Supratman. Dinyanyikan pertama kali pada saat Kongres
Pemuda Indonesia II di Jakarta pada tanggal 28 Oktober 1928. Ketika
mempopulerkannya, dengan jelas ia menuliskan lagu ini sebagai " Lagu
Kebangsaan ".
-
Lambang Negara
(Garuda Pancasila)
Lambang
negara ini digambarkan berupa seekor burung garuda yang menengok ke arah kanan
dengan kedua sayap terbentang yang masing - masing memiliki makna.
Jumlah
bulu-bulunya :
Sayap : 17
Ekor : 8
Bawah
Perisai : 19
Leher : 45
Hal itu
melambangkan tanggal Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 - 8 -
1945
Pada Leher
Burung Garuda tergantung sebuah perisai. Dalam perasi itu terdapat gambar -
gambar yang melambangkan kelima sila Pancasila, yaitu sebagai berikut :
Bintang : Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Rantai Baja
: Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pohon
Beringin : Persatuan Indonesia.
Kepala
Banteng : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebihaksaaan dalam
permusyawaratan / perwakilan.
Padi dan
Kapas : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Garis tebal
yang melintang pada perisai melambangkan bahwa Indonesia dilalui garis
khatulistiwa.
Lambang
Negara Republik Indonesia, Garuda Pancasila, ditetapkan sebagai lambang negara
dalam Peraturan Pemerintah, No. 66 Tahun 1951 tanggal 17 Oktober 1951.
Penggunaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1958.
Kaki burung
Garuda Pancasila mencengkeram sebuah pita yang melengkung ke atas. Pada pita
itu terdapat tulisan " Bhineka Tunggal Ika ", yang berasal dari buku
Sutasoma karangan Empu Tantular, yang berarti " Walaupun berbeda - beda
tetapi tetap satu juga ".
-
Semboyan Negara
(Bhineka Tunggal Ika)
Bhineka
Tunggal Ika berarti " Berbeda - beda tetapi tetap satu juga ".
Maksudnya, kita bangsa Indonesia terdiri dari bermacam - macam suku, kesenian,
bahasa, adat, dan agama tetapi merupakan satu bangsa, dengan satu kebudayaan
nasional, dan satu bahasa nasional.
Undang
– undang Dasar 1945 dan Penjelasannya
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu
ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dan perjuangn pergerakan kemerdekaan
Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa
mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rachmat Allah yang maha
kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaanya.
Kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada :
Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan /perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
I.
UNDANG-UNDANG DASAR, SEBAGIAN DARI HUKUM DASAR
Undang-Undang Dasar suatu negara
ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar negara itu. Undang-Undang Dasar ialah
hukum dasar yang tertulis, sedang di sampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku
juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun tidak ditulis.
Memang untuk menyelidiki hukum dasar
(droit constitutionnel) suatu negara, tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal
Undang-Undang Dasarnya (Ioi constitutionelle) saja, akan tetapi harus
menyelidiki juga bagaimana prakteknya dan bagaimana suasana kebatinannya
(geistlichen Hintergrund) dan Undang-Undang Dasar itu.
Undang-Undang Dasar negara manapun
tidak dapat dimengerti kalau hanya dibaca teksnya saja. Untuk mengerti
sungguh-sungguh maksudnya UndangUndang Dasar dan suatu negara, kita harus
mempelajari juga bagaimana terjadinya teks itu, harus diketahui
keterangan-keterangannya dan juga harus diketahui dalam suasana apa teks itu
dibikin.
Dengan
demikian kita dapat mengerti apa maksudnya undang-undang yang kita pelajari,
aliran pikiran apa yang menjadi dasar undang-undang itu.
II. POKOK-POKOK
PIKIRAN DALAM "PEMBUKAAN”
Apakah
pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam “pembukaan” Undang-Undang Dasar.
1.
“Negara” - begitu bunyinya - "melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Dalam
pembukaan ini diterima aliran pengertian negara persatuan, negara yang
melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi negara mengatasi segala
paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Negara, menurut pengertian
“pembukaan” itu menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya.
Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan.
2. Negara
hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
3. Pokok
yang ketiga yang terkandung dalam “pembukaan” ialah negara yang berkedaulatan
Rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Oleh karena
itu sistem negara yang terbentuk dalam UndangUndang Dasar harus berdasar atas
kedaulatan Rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan. Memang aliran
ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia.
4. Pokok
pikiran yang keempat yang terkandung dalam "pembukaan" ialah negara
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab. Oleh karena itu Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang
mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi
pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang
luhur.
III.
UNDANG - UNDANG DASAR MENCIPTAKAN POKOK-POKOK PIKIRAN YANG TERKANDUNG DALAM
PEMBUKAAN DALAM PASAL-PASALNYA
Pokok-pokok
pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dan Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (Reichtsidee)
yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-Undang
Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis. Undang-Undang Dasar menciptakan
pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya.
IV.
UNDANG-UNDANG DASAR BERSIFAT SINGKAT DAN SUPEL
Undang-Undang Dasar hanya memuat 37
pasal. Pasal-pasal lain hanya memuat peralihan dan tambahan. Maka rencana ini
sangat singkat jika dibandingkan misalnya dengan Undang-Undang Dasar Filipina.
Maka telah cukup jikalau
Undang-Undang Dasar hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat garis-garis
besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara
untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial. Terutama bagi
negara baru dan negara muda lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya
memuat aturan-aturan pokok, sedang aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan
pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah caranya membuat,
merubah, dan mencabut.
SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA
Sistem pemerintahan negara yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar ialah :
I. INDONESIA IALAH NEGARA YANG BERDASAR ATAS HUKUM (RECHTSSTAAT )
1. Negara indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat).
II. SISTEM KONSTITUSIONAL
2. Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
III. KEKUASAAN NEGARA YANG TERTINGGI DI TANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT (DIE GEZAMTE STAATGEWALT LIEGI ALLEIN BEI DER MAJELIS)
3. Kedaulatan Rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan des Willens des Staatsvolkes). Majelis ini menetapkan Undang-Undang Dasar dan menetapkan garis-garis besar haluan negara. Majelis ini mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wakil Kepala Negara (Wakil Presiden). Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara yang tertinggi, sedang Presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, bertunduk dan bertanggung jawab kepada Majelis. Ia ialah “mandataris” dari Majelis. Ia berwajib menjalankan putusan-putusan Majelis. Presiden tidak “neben”, akan tetapi “untergeordnet” kepada Majelis.
IV. PRESIDEN IALAH PENYELENGGARA PEMERINTAH NEGARA YANG TERTINGGI DI BAWAH MAJELIS
Di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat,. Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi.
Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggung jawab adalah di tangan Presiden (concentration of power and responsibility upon the President).
V. PRESIDEN TIDAK BERTANGGUNG JAWAB KEPADA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Di sampingnya Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk membentuk undang-undang (Gesetzgebung) dan untuk menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara (Staatsbegrooting).
Oleh karena itu, Presiden harus bekerja bersama-sama dengan Dewan, akan tetapi Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung dari pada Dewan.
VI. MENTERI NEGARA IALAH PEMBANTU PRESIDEN; MENTERI NEGARA TIDAK BERTANGGUNGJAWAB KEPADA DEWAN PERWAKI/AN RAKYAT
Presiden mengangkat dan memperhentikan menteri-menteri negara. Menteri-menteri itu tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Kedudukannya tidak tergantung dari pada Dewan, akan tetapi tergantung dari pada Presiden. Mereka ialah pembantu Presiden.
VII. KEKUASAAN KEPALA NEGARA TIDAK TAK TERBATAS
Meskipun Kepala Negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, ia bukan "diktator", artinya kekuasaan tidak tak terbatas.
Di atas telah ditegaskan bahwa ia bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Kecuali itu ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara Dewan Perwakilan Rakyat.
Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat adalah kuat.
Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat adalah kuat. Dewan ini tidak bisa dibubarkan oleh Presiden (berlainan dengan sistem parlementer). Kecuali itu anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat semuanya merangkap menjadi anggota Majelis Permusvawaratan Rakyat. Oleh karena itu, Dewan Perwakilan Rakyat dapat senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden dan jika Dewan menganggap bahwa Presiden sungguh melanggar haluan negara yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar atau oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka Majelis itu dapat diundang untuk persidangan istimewa agar supaya bisa minta pertanggungan jawab kepada Presiden.
MENTERI-MENTERI NEGARA BUKAN PEGAWAI TINGGI BIASA
Meskipun kedudukan menteri negara tergantung dari pada Presiden, akan tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa oleh karena menteri-menterilah yang terutama menjalankan kekuasaan pemenintah (pouvoir executif) dalam praktek.
Sebagai pemimpin departemen, menteri mengetahui seluk-beluk hal-hal yang mengenai lingkungan pekerjaannya. Berhubung dengan ini, menteri mempunyai pengaruh besar terhadap Presiden dalam menentukan politik negara yang mengenai departemennya. Memang yang dimaksudkan ialah, para menteri itu pemimpin-pemimpin negara.
Untuk menetapkan politik pemerintah dan koordinasi dalam pemerintahan negara, para menteri bekerja bersama satu sama lain seerat-eratnya di bawah pimpinan Presiden.
Sistem Pemerintahan
Demokrasi Indonesia dan Sejarah Perkembangannya
Sistem
Demokrasi Indonesia
Kata
“demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan
kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai
pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata
kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab
demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu
negara. (Sejarah dan Perkembangan Demokrasi,
Demokrasi
yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam
taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai
tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa
beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat di
dalam Undang Undang Dasar 1945.
Sistem
Pemerintahan Demokrasi Pancasila
Landasan
formil dari periode Republik Indonesia III ialah Pancasila, UUD 45 serta
Ketetapan-ketetapan MPRS. Sedangkan sistem pemerintahan demokrasi Pancasila
menurut prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Batang Tubuh UUD 1945
berdasarkan tujuh sendi pokok, yaitu sebagai berikut:
1. Indonesia
ialah negara yang berdasarkan hukum
Negara
Indonesia berdasarkan hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan
belaka (Machsstaat). Hal ini mengandung arti bahwa baik pemerintah maupun
lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun harus
dilandasi oleh hukum dan tindakannya bagi rakyat harus ada landasan hukumnya.
Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara harus tercermin di
dalamnya.
2. Indonesia
menganut sistem konstitusional
Pemerintah
berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme
(kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih
menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau
dibatasi oleh ketentuan konstitusi, di samping oleh ketentuan-ketentuan hukum
lainnya yang merupakan pokok konstitusional, seperti TAP MPR dan Undang-undang.
3. Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi
Seperti
telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa
(kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh
MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan
seluruh rakyat Indonesia. Sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi MPR
mempunyai tugas pokok, yaitu:
a.
Menetapkan UUD;
b.
Menetapkan GBHN; dan
c. Memilih
dan mengangkat presiden dan wakil presiden
Sejarah dan
Pekembangan Demokrasi Di Indonesia
1. Demokrasi Kerakyatan Pada Masa Revolusi
Periode
panjang pergerkan nasional yang didominasi oleh muncuolnya organisasi modern
digantikan periode revolusi nasional. Revolusi yang menjadi alat tercapainya
kemerdekaan merupakan kisah sentral sejarah indonesia. Semua usaha untuk
mencari identitas (jati) diri, semangat persatuan guna menghadapi kekuasaamn
kolonial, dan untuk membangun sebuah tatanan sosial yang adil akhirnya
membuahkan hasil dengan diproklamasikannya kemerdekaan indonesia pada tanggal
17 Agustus 1945.
Pada masa
revolusi 1945 – 1950 banyak kendala yang dihadapi bangsa indonesia, misalnya
perbedaan-perbedaan antara kekuatan-kekuatan perjuangan bersenjata dengan
kekuatan diplomasi, antara mereka yang mendukung revolusi sosial dan mereka
yang menentangnya dan antara kekuatan islam dalam kekutan sekuler. Di awal
revolusi tidak satupun perbedaan di antara bangsa indonesia yang terpecahkan.
Semua permasalahan itu baru dapat diselesaikan setelah kelompok-kelompok
kekuatan itu duduk satu meja untuk memperoleh satu kata sepakat bahwa tujuan
pertama bangsa indonesia adalah kemerdekaan bangsa indonesia. Pada akhirnya
kekuatan-kekuatan perjuangan bersenjata dan kekuatan diplomasi bersama-sama
berhasil mencapai kemerdekaan.
2.
Demokratisasi Dalam Demokrasi Parlementer
Setelah
indonesi merdeka, kini menghadapi prospek menentukan masa depannya sendiri.
Warisan yang ditinggalkan pemerintahan kolonial berupa kemiskinan, rendahnya
tingkat pendidikan dan tradisi otoriter merupakan merupakan pekerjaan rumah
yang harus diselesaikan para pemiipin nasional indonesia. Pada periode tahun
1950-an muncul kaum nasionalis perkotaan dari partai sekuler dan partai-partai
islam yang memegang kendali pemerintahan. Ada sesuatu kesepakatan umum bahwa
kedua kelompok inilah yang akan menciptakan kehidupan sebuah negara demokrasi
di indonesia.
Undang –
Undang dasar 1950 menetapkan berlakunya sistem parlementer dimana badan
eksekutif terdiri dari presiden sebagai kepala negara konstitusional beserta
para menteri yang mempunyai tanggung jawab politik. Setiap kabinet terbentuk
berdasarkan koalisi pada satu atau dua partai besardengan beberapa partai
kecil. Koalisi ternyata kurang mantap dan partai-partai koalisi kurang dewasa
dalam menghadapi tanggung jawab mengenai permasalahan pemerintahan. Di lain
pihak, partai-partai dalam barisan oposisi tidak mampu berperan sebagi oposisi
kontruktif yang menyusun program-program alternatif, tetapi hanya menonjolkan
segi-segi negatif dari tugas oposisi (Miriam Budiardjo, 70).
Pada umumnya
kabinet dalam masa pra pemilu tahun 1955 tidak dapat bertahan lebih lama dari
rata-rata delapan bulan dan hal ini menghambat perkembangan ekonomi dan politik
oleh karena pemerintah tidak mendapat kesempatan dalam untuk melaksanakan
programnya. Pemilu tahun 1955 tidak membawa stabilitas yang diharapkan, malah
perpecahan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah tidak dapat
dihindarkan. Faktor-faktor tersebut mendorong presiden soekarno mengeluarkan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menentukan berlakunya kembali UUD 1945. Dengan
demikian masa demokrasi berdasarkan sistem parlementer berakhir.
Mengingat
kondisi yang harus di hadapi pemerintah indonesia pada kurun waktu 1950-1959,
maka tidak mengherankan bahwa pelaksanaan demokrasi mengaklami kegagalan karena
dasar untuk dapat membangun demokrasi hampir tidak dapat ditemukan. Mereka yang
tahu politik hanya sekelompok kecil masyarakat perkotaan. Para politisi
jakarta, meskipun mencita-citakan sebuah negara demokrasi. Kebanyakan adalah
kaum elite yang menganggap diri mereka sebagai pengikut suatu budaya kota yang
istimewa. Mereka bersikap paternalistik terhadap orang-orang yang kurang
beruntung yakni masyarakat pedesaan. Tanggung jawab mereka terhadap struktur
demokrasi parlementer yang merakyat adalah sangat kecil. Banguan indah sebuah
demokrasi parlementer hampir tidak dapat berdiri dengan kokoh.
3.
Demokratisasi Dalam Demokrasi Terpimpin
Di
tengah-tengah krisis tahun 1957 dan pengalaman jatuh bangunnya pemerintahan,
mengakibatkan diambilmnya langkah-langkah menuju suatu pemerintahan yang oleh
Soekarno dinamakan Demokrasi Terpimpin. Ini merupakan suatu sistem yang
didominasi oleh kepribadian soekarno yang prakarsa untuk pelaksanaan demokrasi
terpimpin diambil bersama-sama dengan pimpinan ABRI (Hatta, 1966 : 7). Pada
masa ini terdapat beberapa penyimpangan terhadap ketentuan UUD 1945, misalnya
partai-partai politik dikebiri dan pemilu ditiadakan. Kekuatan-kekuatan politik
yang ada berusha berpaling kepada pribadi Soekarno untuk mendapatkan
legitimasi, bimbingan atau perlindungan. Pada tahun 1960, presiden Soekarno
membubarkan DPR hasil pemilu 1955 dan menggantikanya dengan DPRGR, padahal dalam
penjelasn UUD 1945 secara ekspilisit ditentukan bahwa presiden tidak berwenang
membubarkan DPR.
Melalui
demokrasi terpimpin Soekarno berusaha menjaga keseimbangn politik yang
mherupakan kompromi antara kepentingan-kepentingan yang tidak dapat dirujukan
kembali dan memuaskan semua pihak. Meskipun Soekarno memiliki pandangan tentang
masa depan bangsanya, tetapi ia tidak mampu merumuskan sehingga bisa diterima
oleh pimpinan nasional lainnya. Janji dari demokrasi terpimpin pada akhirnya
tidak dapat terealisasi. Pemberontakan G 30 S/PKI tahun 1965 telah mengakhiri
periode demokrasi terpimpin dan membuka peluang bagi dilaksanakannya demokrasi
Pancasila.
4.
Demokratisasi Dalam Demokrasi Pancasila
Pada tahun
1966 pemerintahan Soeharto yang lebih dikenal dengan pemerintahan Orde Baru
bangkit sebagai reaksi atas pemerintahan Soekarno. Pada awal pemerintahan orde
hampir seluruh kekuatan demokrasi mendukungnya karena Orde Baru diharapkan
melenyapkan rezim lama. Soeharto kemudian melakukan eksperimen dengan
menerapkan demokrasi Pancasila. Inti demokrasi pancasila adalah menegakkan
kembali azas negara hukum dirasakan oleh segenap warga negara, hak azasi
manusia baik dalam aspek kolektif maupun aspek perseorangan dijamin dan
penyalahgunaan kekuasaan dapat dihindarkan secara institusional. Dalam rangka
mencapai hal tersebut, lembaga-lembaga dan tata kerja orde baru dilepaskan dari
ikatan-ikatan pribadi (Miriam, 74).
Sekitar 3
sampai 4 tahun setelah berdirinya Orde Baru menunjukkan gejala-gejala yang
menyimpang dari cita-citanya semula. Kekuatan – kekuatan sosial-politik yang
bebas dan benar-benar memperjuangkan demokrasi disingkirkan. Kekuatan politik
dijinakkan sehingga menjadi kekuatan yang tidak lagi mempunyai komitmen sebagai
kontrol sosial. Kekuatan sosial politik yang diikutsertakan dalam pemilu
dibatasi. Mereka tidak lebih dari suatu perhiasan dan mempunyai arti seremonial
untuk dipertontonkan kepada dunia internasional bahwa indonesia telah
benar-benar berdemokrasi, padahal yang sebenarnya adalah kekuasaan yang otoriter.
Partai-partai politik dilarang berperan sebagai oposisi maupun kontrol sosial.
Bahakan secara resmi oposisi ditiadakan dengan adanya suatu “konsensus
nasional”. Pemerintahan Soeharto juga tidak memberikan check and balances
sebagai prasyarat dari sebuah negara demokrasi (sarbini Sunawinata, 1998 ;8).
Pada masa
orde baru budaya feodalistik dan paternalistik tumbuh sangat subur. Kedua sikap
ini menganggap pemimpin paling tahu dan paling benar sedangkan rakyat hanya
patuh dengan sang pemimpin. Mental paternalistik mengakibatkan soeharto tidak
boleh dikritik. Para menteri selalu minta petunjuk dan pengarahan dari
presiden. Siakp mental seperti ini telah melahirkan stratifikasi sosial,
pelapisan sosial dan pelapisan budaya yang pada akhirnya memberikan berbagai
fasilitas khusus, sedangkan rakyat lapisan bawah tidak mempunyai peranan sama
sekali. Berbagai tekanan yang diterima rakyat dan cita-cita mewujudkan
masyarakat adil dan makmur yang tidak pernah tercapai, mengakibatkan
pemerintahan Orde Baru mengalami krisis kepercayaan dan kahirnya mengalami
keruntuhan.
5.
Rekonstruksi Demokrasi Dalam Orde Reformasi
Melalui
gerakan reformasi, mahasiswa dan rakyat indonesia berjuang menumbangkan rezim
Soeharto. Pemerintahan soeharto digantikan pemerintahan transisi presiden
Habibie yang didukung sepenuhnya oleh TNI. Lembaga-lembaga di luar presiden dan
TNI tidak mempunyai arti apa-apa. Seluruh maslah negara dan bangsa indonesia
menjadi tanggung jawab presiden/TNI. Reformasi menuntut rakyat indonesia untuk
mengoreksi pelaksanaan demokrasi. Karena selama soeharto berkuasa jenis
demokrasi yang dipraktekkan adalah demokrasi semu. Orde Baru juga meninggalkan
warisan berupa krisis nasional yang meliputi krisis ekonomi, sosial dan
politik.
Agaknya
pemerintahan “Orde Reformasi” Habibie mecoba mengoreksi pelaksanaan demokrasi
yang selama inidikebiri oleh pemerintahan Orde baru. Pemerintahan habibie
menyuburkan kembali alam demokrasi di indonesia dengan jalan kebebasan pers
(freedom of press) dan kebebasab berbicara (freedom of speech). Keduanya dapat
berfungsi sebagai check and balances serta memberikan kritik supaya kekuasaan
yang dijalankan tidak menyeleweng terlalu jauh.